Aku tenggelam dalam Suasana yang saat ini aku jalani dan tiap aku menatap langit mereka hanya diam dan di kala senja datang seakan mereka memberi jawaban
Dan di sanalah definisi keindahan tercipta di mana kala mereka mulai memancarkan sinar indahnya di waktu senja datang
Jakarta, Taman Sari' 10 juni
Ikram
Wednesday, July 10, 2019
Sunday, January 29, 2017
Inspirasi
Wanita Kau adalah Mahluk Ciptaan Tuhan Yang Indah Dan Mengagumkan.
Wanita Tuntunlah Kami Para Pria Dalam Jalan Yang Benar Jika Kami Salah Arah Dan Tujuan
Jadikanlah Kami Manusia Tercinta Dalam Hidupmu
Engkau Membawah Surga Di Bawah Telapak Kakimu
Bersandiwara Bukanlah Cara Membahagiakan Yang Baik
Bersandiwara Akan Menghanyutkanmu Dalam Kebohongan
Jujurlah Dengan Hati Dan Perasaan
Wanita Tuntunlah Kami Para Pria Dalam Jalan Yang Benar Jika Kami Salah Arah Dan Tujuan
Jadikanlah Kami Manusia Tercinta Dalam Hidupmu
Engkau Membawah Surga Di Bawah Telapak Kakimu
Bersandiwara Bukanlah Cara Membahagiakan Yang Baik
Bersandiwara Akan Menghanyutkanmu Dalam Kebohongan
Jujurlah Dengan Hati Dan Perasaan
Sunday, January 15, 2017
Engkau Yang Sedang Jatuh
Di saat Kau merasah sedang jatuh cobalah kuatkan hati bahwah itu adalah awal perjuangan dan yakinkanlah hatimu bahwah aku bisa bagun. Hanya orang-orang yang ada di sekitarmu yang tau dan melihat perjuanganmu dan semangatmu. Tetaplah jalani kehidupan ini dengan sepenuh hati
#Muhammad_Ikram
#Muhammad_Ikram
MOTIVASI
Untuk Apa Hidupmu Jika Tak Berguna Untuk Orang Lain , Berbagilah Sesama Manusia Jika Engkau Ingin Selamat Di Dunia Ini . Janganlah Jadi Orang Pengemis Hanya Untuk Mencari Makan. Untuk Apa Kau Di Ciptakan Di Dunia Ini Jika Hanya Untuk Menjadi Seorang Pengemis
Untuk Apa Kau Berumur Panjang Jika Hanya Menyia-yiakan Hidupmu. Untuk Apa Kau Berilmu Tinggi jika Engkau Tidak Mau Berbagi.
#Muhammad_Ikram
Untuk Apa Kau Berumur Panjang Jika Hanya Menyia-yiakan Hidupmu. Untuk Apa Kau Berilmu Tinggi jika Engkau Tidak Mau Berbagi.
#Muhammad_Ikram
Saturday, December 7, 2013
Asal usul " BATU GANTUNG DI KOTA PARAPAT "
Dahulu kala, di sada huta terpencil di pinggiran Danau Toba Sumatera Utara, hiduplah sepasang suami-istri dengan seorang anak perempuannya yang cantik jelita bernama Seruni.
Selain rupawan, Seruni juga sangat rajin membantu orang tuanya bekerja di ladang. Setiap hari keluarga kecil itu mengerjakan ladang mereka yang berada di tepi Danau Toba, dan hasilnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Suatu hari, Seruni pergi ke ladang seorang diri, karena kedua orang tuanya ada keperluan di desa tetangga. Seruni hanya ditemani oleh seekor anjing kesayangannya bernama si Toki. Sesampainya di ladang, gadis itu tidak bekerja, tetapi ia hanya duduk merenung sambil memandangi indahnya alam Danau Toba. Sepertinya ia sedang menghadapi masalah yang sulit dipecahkannya. Sementara anjingnya, si Toki, ikut duduk di sebelahnya sambil menatap wajah Seruni seakan mengetahui apa yang dipikirkan majikannya itu. Sekali-sekali anjing itu menggonggong untuk mengalihkan perhatian sang majikan, namun sang majikan tetap saja usik dengan lamunannya.
Memang beberapa hari terakhir wajah Seruni selalu tampak murung. Ia sangat sedih, karena akan dinikahkan oleh kedua orang tuanya dengan seorang pemuda yang masih saudara sepupunya. Padahal ia telah menjalin asmara dengan seorang pemuda pilihannya dan telah berjanji akan membina rumah tangga yang bahagia. Ia sangat bingung. Di satu sisi ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, dan di sisi lain ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan pemuda pujaan hatinya. Oleh karena merasa tidak sanggup memikul beban berat itu, ia pun mulai putus asa.
“Ya, Tuhan! Hamba sudah tidak sanggup hidup dengan beban ini,” keluh Seruni.
Beberapa saat kemudian, Seruni beranjak dari tempat duduknya. Dengan berderai air mata, ia berjalan perlahan ke arah Danau Toba. Rupanya gadis itu ingin mengakhiri hidupnya dengan melompat ke Danau Toba yang bertebing curam itu. Sementara si Toki, mengikuti majikannya dari belakang sambil menggonggong.
Dengan pikiran yang terus berkecamuk, Seruni berjalan ke arah tebing Danau Toba tanpa memerhatikan jalan yang dilaluinya. Tanpa diduga, tiba-tiba ia terperosok ke dalam lubang batu yang besar hingga masuk jauh ke dasar lubang. Batu cadas yang hitam itu membuat suasana di dalam lubang itu semakin gelap. Gadis cantik itu sangat ketakutan. Di dasar lubang yang gelap, ia merasakan dinding-dinding batu cadas itu bergerak merapat hendak menghimpitnya.
“Tolooooggg……! Tolooooggg……! Toloong aku, Toki!” terdengar suara Seruni meminta tolong kepada anjing kesayangannya.
Si Toki mengerti jika majikannya membutuhkan pertolongannya, namun ia tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali hanya menggonggong di mulut lubang. Beberapa kali Seruni berteriak meminta tolong, namun si Toki benar-benar tidak mampu menolongnnya. Akhirnya gadis itu semakin putus asa.
“Ah, lebih baik aku mati saja daripada lama hidup menderita,” pasrah Seruni.
Dinding-dinding batu cadas itu bergerak semakin merapat.
“Parapat[2]… ! Parapat batu… Parapat!” seru Seruni menyuruh batu itu menghimpit tubuhnya..
Sementara si Toki yang mengetahui majikannya terancam bahaya terus menggonggong di mulut lubang. Merasa tidak mampu menolong sang majikan, ia pun segera berlari pulang ke rumah untuk meminta bantuan.
Sesampai di rumah majikannya, si Toki segera menghampiri orang tua Seruni yang kebetulan baru datang dari desa tetangga berjalan menuju rumahnya.
“Auggg…! auggg…! auggg…!” si Toki menggonggong sambil mencakar-cakar tanah untuk memberitahukan kepada kedua orang tua itu bahwa Seruni dalam keadaan bahaya.
“Toki…, mana Seruni? Apa yang terjadi dengannya?” tanya ayah Seruni kepada anjing itu.
“Auggg…! auggg…! auggg…!” si Toki terus menggonggong berlari mondar-mandir mengajak mereka ke suatu tempat.
“Pak, sepertinya Seruni dalam keadaan bahaya,” sahut ibu Seruni.
“Ibu benar. Si Toki mengajak kita untuk mengikutinya,” kata ayah Seruni.
“Tapi hari sudah gelap, Pak. Bagaimana kita ke sana?” kata ibu Seruni.
“Ibu siapkan obor! Aku akan mencari bantuan ke tetangga,” seru sang ayah.
Tak lama kemudian, seluruh tetangga telah berkumpul di halaman rumah ayah Seruni sambil membawa obor. Setelah itu mereka mengikuti si Toki ke tempat kejadian. Sesampainya mereka di ladang, si Toki langsung menuju ke arah mulut lubang itu. Kemudian ia menggonggong sambil mengulur-ulurkan mulutnya ke dalam lubang untuk memberitahukan kepada warga bahwa Seruni berada di dasar lubang itu.
Kedua orang tua Seruni segera mendekati mulut lubang. Alangkah terkejutnya ketika mereka melihat ada lubang batu yang cukup besar di pinggir ladang mereka. Di dalam lubang itu terdengar sayup-sayup suara seorang wanita: “Parapat… ! Parapat batu… Parapat!”
“Pak, dengar suara itu! Itukan suara anak kita! seru ibu Seruni panik.
“Benar, bu! Itu suara Seruni!” jawab sang ayah ikut panik.
“Tapi, kenapa dia berteriak: parapat, parapatlah batu?” tanya sang ibu.
“Entahlah, bu! Sepertinya ada yang tidak beres di dalam sana,” jawab sang ayah cemas.
Pak Tani itu berusaha menerangi lubang itu dengan obornya, namun dasar lubang itu sangat dalam sehingga tidak dapat ditembus oleh cahaya obor.
“Seruniii…! Seruniii… !” teriak ayah Seruni.
“Seruni…anakku! Ini ibu dan ayahmu datang untuk menolongmu!” sang ibu ikut berteriak.
Beberapa kali mereka berteriak, namun tidak mendapat jawaban dari Seruni. Hanya suara Seruni terdengar sayup-sayup yang menyuruh batu itu merapat untuk menghimpitnya.
“Parapat… ! Parapatlah batu… ! Parapatlah!”
“Seruniiii… anakku!” sekali lagi ibu Seruni berteriak sambil menangis histeris.
Warga yang hadir di tempat itu berusaha untuk membantu. Salah seorang warga mengulurkan seutastampar (tali) sampai ke dasar lubang, namun tampar itu tidak tersentuh sama sekali. Ayah Seruni semakin khawatir dengan keadaan anaknya. Ia pun memutuskan untuk menyusul putrinya terjun ke dalam lubang batu.
“Bu, pegang obor ini!” perintah sang ayah.
“Ayah mau ke mana?” tanya sang ibu.
“Aku mau menyusul Seruni ke dalam lubang,” jawabnya tegas.
“Jangan ayah, sangat berbahaya!” cegah sang ibu.
“Benar pak, lubang itu sangat dalam dan gelap,” sahut salah seorang warga.
Akhirnya ayah Seruni mengurungkan niatnya. Sesaat kemudian, tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Bumi bergoyang dengan dahsyatnya seakan hendak kiamat. Lubang batu itu tiba-tiba menutup sendiri. Tebing-tebing di pinggir Danau Toba pun berguguran. Ayah dan ibu Seruni beserta seluruh warga berlari ke sana ke mari untuk menyelamatkan diri. Mereka meninggalkan mulut lubang batu, sehingga Seruni yang malang itu tidak dapat diselamatkan dari himpitan batu cadas.
Beberapa saat setelah gempa itu berhenti, tiba-tiba muncul sebuah batu besar yang menyerupai tubuh seorang gadis dan seolah-olah menggantung pada dinding tebing di tepi Danau Toba. Masyarakat setempat mempercayai bahwa batu itu merupakan penjelmaan Seruni yang terhimpit batucadas di dalam lubang. Oleh mereka batu itu kemudian diberi nama “Batu Gantung”.
Beberapa hari kemudian, tersiarlah berita tentang peristiwa yang menimpa gadis itu. Para warga berbondong-bondong ke tempat kejadian untuk melihat “Batu Gantung” itu. Warga yang menyaksikan peristiwa itu menceritakan kepada warga lainnya bahwa sebelum lubang itu tertutup, terdengar suara: “Parapat… parapat batu… parapatlah!”
Oleh karena kata “parapat” sering diucapkan orang dan banyak yang menceritakannya, maka Pekan yang berada di tepi Danau Toba itu kemudian diberi nama “Parapat”. Parapat kini menjadi sebuah kota kecil salah satu tujuan wisata yang sangat menarik di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.


Batu
tersebut memang benar menggantung dibawah tebing dan tidak terjatuh.
Ukurannya pun sekitar 2 meter dan menyerupai tubuh manusia.
Wednesday, November 27, 2013
Persiapan Quraisy di Mekah
SEJAK
terjadinya perang Badr pihak Quraisy sudah tidak pernah tenang lagi.
Juga penstiwa Sawiq tidak membawa keuntungan apa-apa buat mereka.
Lebih-lebih karena kesatuan Zaid b. Haritha telah berhasil mengambil
perdagangan mereka ketika mereka hendak pergi ke Syam melalui jalan
Irak. Hal ini mengingatkan mereka pada korban-korban Badr dan menambah
besar keinginan mereka hendak membalas dendam. Bagaimana Quraisy akan
dapat melupakan peristiwa itu, sedang mereka adalah bangsawan-bangsawan
dan pemimpin-pemimpin Mekah, pembesar-pembesar yang angkuh dan punya
kedudukan terhormat? Bagaimana mereka akan dapat melupakannya, padahal
wanita-wanita Mekah selalu ingat akan korban-korban yang terdiri dari
anak, atau saudara, bapak, suami atau teman sejawat? Mereka selalu
berkabung, selalu menangisi dan meratapi.
Demikianlah keadaannya. Orang-orang Quraisy
sejak Abu Sufyan b. Harb datang membawa kafilahnya dari Syam, yang
telah menyebabkan timbulnya perang Badr, begitu juga mereka yang
selamat kembali dan Badr, telah menghentikan kafilah dagang itu di
Dar'n-Nadwa. Pembesar-pembesar mereka yang terdiri dari Jubair b.
Mut'im, Shafwan b. Umayya' 'Ikrima b. Abi Jahl, Harith b. Hisyam,
Huaitib b. Abd'l-'Uzza dan yang lain, telah mencapai kata sepakat, bahwa
kafilah dagang itu akan dijual, keuntungannya akan disisihkan dan akan
dipakai menyiapkan angkatan perang guna memerangi Muhammad, dengan
memperbesar jumlah dan perlengkapannya. Selanjutnya tenaga
kabilah-kabilah akan dikerahkan dan supaya ikut serta bersama-sama
dengan Quraisy menuntut balas terhadap kaum Muslimin. Ikut pula
dikerahkan di antaranya Abu 'Azza penyair yang telah dimaafkan oleh
Nabi dan antara tawanan perang Badr. Begitu juga kabilah Ahabisy2 yang
mau ikut mereka dikerahkan pula. Wanita-wanita pun mendesak akan ikut
pergi berperang.
Mereka berunding lagi. Ada yang berpendapat supaya kaum wanita juga ikut serta.
"Biar mereka bertugas merangsang kemarahan
kamu, dan mengingatkan kamu kepada korban-korban Badr. Kita adalah
masyarakat yang sudah bertekad mati, tidak akan pulang sebelum sempat
melihat mangsa kita, atau kita sendiri mati untuk itu."
"Saudara-saudara dari Quraisy," kata yang
lain lagi. "Melepaskan wanita-wanita kita kepada musuh, bukanlah suatu
pendapat yang baik. Apabila kalian mengalami kekalahan, wanita-wanita
kitapun akan tercemar."
Sementara mereka sedang dalam perundingan
itu tiba-tiba Hindun bt. 'Utba, isteri Abu Sufyan berteriak kepada
mereka yang menentang ikut sertanya kaum wanita itu:
"Kamu yang selamat dari perang Badr kamu
kembali kepada isterimu. Ya. Kita berangkat dan ikut menyaksikan
peperangan. Jangan ada orang yang menyuruh kami pulang, seperti
gadis-gadis kita dulu dalam perjalanan ke Badr disuruh kembali ketika
sudah sampai di Juhfa.3 Kemudian orang-orang yang menjadi kesayangan
kita waktu itu terbunuh, karena tak ada orang yang dapat memberi
semangat kepada mereka."
Berangkat perang
Akhirnya
pihak Quraisy berangkat dengan membawa kaum wanitanya juga, dipimpin
oleh Hindun. Dialah orang paling panas hati ingin membalas dendam,
karena dalam peristiwa Badr itu ayahnya, saudaranya dan orang-orang
yang dicintainya telah mati terbunuh. Keberangkatan Quraisy dengan
tujuan Medinah yang disiapkan dari Dar'n-Nadwa itu terdiri dan tiga
brigade. Brigade terbesar dipimpin oleh Talha b. Abi Talha terdiri dari
3000 orang. Kecuali 100 orang saja dari Thaqif,4 selebihnya semua dari
Mekah, termasuk pemuka-pemuka, sekutu-sekutu serta golongan
Ahabisynya. Perlengkapan dan senjata tidak sedikit yang mereka bawa,
dengan 200 pasukan berkuda dan 3000 unta, di antaranya 700 orang
berbaju besi.
Sesudah ada kata sepakat, sekarang sudah
siap mereka akan berangkat. Sementara itu 'Abbas b. Abd'l-Muttalib,
paman Nabi, yang juga berada di tengah-tengah mereka, dengan teliti dan
saksama sekali memperhatikan semua kejadian itu. Disamping
kesayangannya pada agama nenek-moyangnya dan agama golongannya sendiri,
juga Abbas mempunyai rasa solider dan sangat mengagumi Muhammad. Masih
ingat ia perlakuannya yang begitu baik ketika perang Badr. Mungkin
karena rasa kagum dan solidernya itu yang membuat dia ikut Muhammad
menyaksikan Ikrar 'Aqaba dan berbicara kepada Aus dan Khazraj bahwa
kalau mereka tidak akan dapat mempertahankan kemenakannya itu seperti
mempertahankan isteri dan anak-anak mereka sendiri, biarkan sajalah
keluarganya sendiri yang melindunginya, seperti yang sudah-sudah.
Hal inilah yang mendorongnya - tatkala
diketahuinya keputusan Quraisy akan berangkat dengan kekuatan yang
begitu besar - sampai ia menulis surat menggambarkan segala tindakan,
persiapan dan perlengkapan mereka itu. Surat itu diserahkannya kepada
seseorang dari kabilah Ghifar supaya disampaikan kepada Nabi. Dan orang
inipun sampai di Medinah dalam tiga hari, dan surat itupun diserahkan.
Dalam pada itu pasukan Quraisypun sudah
pula berangkat sampai di Abwa'. Ketika melalui makam Aminah bt. Wahb,
timbul rasa panas hati beberapa orang yang pendek pikiran. Terpikir
oleh mereka akan membongkarnya. Tetapi pemuka-pemuka mereka menolak
perbuatan demikian; supaya jangan kelak menjadi kebiasaan Arab.
"Jangan menyebut-nyebut soal ini," kata
mereka. "Kalau ini kita lakukan, Banu Bakr dan Banu Khuza'a akan
membongkar juga kuburan mayat-mayat kita."
Quraisy meneruskan perjalanan sampai di
'Aqiq, kemudian; mereka berhenti di kaki gunung Uhud, dalam jarak lima
mil dari Medinah.
Bagaimana Muhammad mengetahui
Orang
dari Ghifar yang diutus oleh Abbas b. Abd'l-Muttalib membawa surat ke
Medinah itu telah sampai. Setelah diketahuinya berada di Quba', ia
langsung pergi ke sana dan dijumpainya Muhammad di depan pintu mesjid
sedang menunggang keledai
Diserahkannya surat itu kepadanya, yang
kemudian dibacakan oleh Ubay b. Ka'b. Muhammad minta isi surat itu
supaya dirahasiakan, dan ia kembali ke Medinah langsung menemui Sa'd
ibn'l-Rabi' di rumahnya. Diceritakannya apa yang telah disampaikan
'Abbas kepadanya itu dan juga dimintanya supaya hal itu dirahasiakan.
Akan tetapi isteri Sa'd yang sedang dalam rumah waktu itu mendengar
juga percakapan mereka, dan dengan demikian sudah tentu tidak lagi hal
itu menjadi rahasia.
Dua orang anak-anak Fudzala, yaitu Anas dan
Mu'nis, oleh Muhammad ditugaskan menyelidiki keadaan Quraisy. Menurut
pengamatan mereka kemudian ternyata Quraisy sudah mendekati Medinah.
Kuda dan unta mereka dilepaskan di padang rumput sekeliling Medinah. Di
samping dua orang itu kemudian Muhammad mengutus lagi Hubab
ibn'l-Mundhir bin'l-Jamuh. Setelah keadaan mereka itu disampaikan
kepadanya seperti dikabarkan oleh 'Abbas, Nabi s.a.w. jadi terkejut
sekali. Ketika kemudian Salama b. Salama keluar, ia melihat barisan
depan pasukan kuda Quraisy sudah mendekati Medinah, bahkan sudah hampir
memasuki kota. Ia segera kembali dan apa yang dilihatnya itu
disampaikannya kepada masyarakatnya. Sudah tentu pihak Aus dan Khazraj,
begitu juga semua penduduk Medinah merasa kuatir sekali akan akibat
serbuan ini, yang dalam sejarah perang, Quraisy belum pernah mengadakan
persiapan sebaik itu. Pemuka-pemuka Muslimin dari penduduk Medinah
malam itu berjaga-jaga dengan senjata di mesjid guna menjaga
keselamatan Nabi. Sepanjang malam itu seluruh kota dijaga ketat.
Muslimin bermusyawarah: bertahan di Medinah atau menyongsong musuh di luar
Keesokan
harinya orang-orang terkemuka dari kalangan Muslimin dan mereka yang
pura-pura Islam - atau orang-orang munafik seperti disebutkan waktu itu
dan seperti dilukiskan pula oleh Qur'an - oleh Nabi diminta berkumpul;
lalu mereka sama-sama bermusyawarah, bagaimana seharusnya menghadapi
musuh Nabi 'alaihi's-salam berpendapat akan tetap bertahan dalam kota
dan membiarkan Quraisy di luar kota. Apabila mereka mencoba menyerbu
masuk kota maka penduduk kota ini akan lebih mampu menangkis dan
mengalahkan mereka. Abdullah b. Ubay b. Salul mendukung pendapat Nabi
itu dengan mengatakan:
"Rasulullah, biasanya kami bertempur di
tempat ini, kaum wanita dan anak-anak sebagai benteng kami lengkapi
dengan batu. Kota kami sudah terjalin dengan bangunan sehingga ia
merupakan benteng dari segenap penjuru. Apabila musuh sudah muncul,
maka wanita-wanita dan anak-anak melempari mereka dengan batu. Kami
sendiri menghadapi mereka di jalan-jalan dengan pedang. Rasulullah,
kota kami ini masih perawan, belum pernah diterobos orang. Setiap ada
musuh menyerbu kami ke dalam kota ini kami selalu dapat menguasainya,
dan setiap kami menyerbu musuh keluar, maka selalu kami yang dikuasai.
Biarkanlah mereka itu. Rasulullah. Ikutlah pendapat saya dalam hal ini.
Saya mewarisi pendapat demikian ini dari pemuka-pemuka dan ahli-ahli
pikir golongan kami."
Apa yang dikatakan oleh Abdullah b. Ubayy
itu adalah merupakan pendapat terbesar sahabat-sahabat Rasulullah -
baik Muhajirin ataupun Anshar, mereka sependapat dengan Rasul a.s. Akan
tetapi pemuda-pemuda yang bersemangat yang belum mengalami perang Badr
- juga orang-orang yang sudah pernah ikut dan mendapat kemenangan
disertai hati yang penuh iman, bahwa tak ada sesuatu kekuatan yang
dapat mengalahkan mereka - lebih suka berangkat keluar menghadapi musuh
di tempat mereka berada. Mereka kuatir akan disangka segan keluar dan
mau bertahan di Medinah karena takut menghadapi musuh. Seterusnya
apabila mereka ini di pinggiran dan di dekat kota akan lebih kuat dari
musuh. Ketika dulu mereka di Badr penduduk tidak mengenal mereka
samasekali.
Salah seorang diantara mereka ada yang berkata:
"Saya tidak ingin melihat Quraisy kembali
ketengah-tengah golongannya lalu mengatakan: Kami telah mengepung
Muhammad di dalam benteng dan kubu-kubu Yathrib. Ini akan membuat
Quraisy lebih berani. Mereka sekarang sudah menginjak-injak daun palm
kita. Kalau tidak kita usir mereka dari kebun kita, kebun kita tidak
akan dapat ditanami lagi. Orang-orang Quraisy yang sudah tinggal selama
setahun dapat mengumpulkan orang, dapat menarik orang-orang Arab, dari
badwinya sampai kepada Ahabisynya. Kemudian, dengan membawa kuda dan
mengendarai unta, mereka kini telah sampai ke halaman kita. Mereka akan
mengurung kita di dalam rumah kita sendiri? Didalam benteng kita
sendiri? Lalu mereka pulang kembali dengan kekayaan tanpa mengalami
luka samasekali. Kalau kita turuti, mereka akan lebih berani. Mereka
akan menyerang kita dan menaklukkan daerah-daerah kita. Kota kita akan
berada dibawah pengawasan mereka. Kemudian jalan kitapun akan mereka
potong."
Selanjutnya penganjur-penganjur yang
menghendaki supaya keluar menyongsong musuh masing-masing telah
berbicara berturut-turut. Mereka semua mengatakan, bahwa bila Tuhan
memberikan kemenangan kepada mereka atas musuh itu, itulah yang mereka
harapkan, dan itu pula kebenaran yang telah dijanjikan Tuhan kepada
RasulNya. Kalaupun mereka mengalami kekalahan dan mati syahid pula,
mereka akan mendapat surga.
Kata-kata yang menanamkan semangat
keberanian dan mati syahid ini, sangat menggetarkan hati mereka. Jiwa
mereka tergugah semua untuk sama-sama menempuh arus ini, untuk
berbicara dengan nada yang sama. Waktu itu, bagi orang-orang yang kini
sedang berhadap-hadapan dengan Muhammad, orang-orang yang hatinya sudah
penuh dengan iman kepada Allah dan RasulNya, kepada Qur'an dan Hari
Kemudian, yang tampak di hadapan mereka hanyalah wajah kemenangan
terhadap musuh agresor itu. Pedang-pedang mereka akan mencerai-beraikan
musuh itu, akan membuat mereka. centang-perenang, dan rampasan perang
akan mereka kuasai. Lukisan surga adalah bagi mereka yang terbunuh di
jalan agama. Di tempat itu akan terdapat segala yang menyenangkan hati
dan mata, akan bertemu dengan kekasih yang juga sudah turut berperang
dan mati syahid.
"Ucapan yang sia-sia tidak mereka dengar di
tempat itu, juga tidak yang akan membawa dosa. Yang ada hanyalah
ucapan "Damai! Damai!" (Qur'an, 56: 25-26)
"Mudah-mudahan Tuhan memberikan kemenangan
kepada kita, atau sebaliknya kita mati syahid," kata Khaithama Abu Sa'd
b. Khaithama. "Dalam perang Badr saya telah meleset. Saya sangat
mendambakannya sekali, sehingga begitu besarnya kedambaan saya sampai
saya bersama anak saya turut ambil bagian dalam pertempuran itu. Tapi
kiranya dia yang beruntung; ia telah gugur, mati syahid. Semalam saya
bermimpi bertemu dengan anak saya, dan dia berkata: Susullah kami, kita
bertemu dalam surga. Sudah saya terima apa yang dijanjikan Tuhan
kepada saya. Ya Rasulullah, sungguh rindu saya akan menemuinya dalam
surga. Saya sudah tua, tulang sudah rapuh. Saya ingin bertemu Tuhan."
Kalah dan menang
Setelah
jelas sekali suara terbanyak ada pada pihak yang mau menyerang dan
menghadapi musuh di luar kota, Muhammad berkata kepada mereka:
"Saya kuatir kamu akan kalah."
Tetapi mereka ingin berangkat juga. Tak ada
jalan lain iapun menyerah kepada pendapat mereka. Cara musyawarah ini
sudah menjadi undang-undang dalam kehidupannya. Dalam sesuatu masalah
ia tidak mau bertindak sendiri, kecuali yang sudah diwahyukan Tuhan
kepadanya.
Hari itu hari Jum'at. Nabi memimpin
sembahyang jamaah, dan kepada mereka diberitahukan, bahwa atas
ketabahan hati mereka itu, mereka akan beroleh kemenangan. Lalu
dimintanya mereka bersiap-siap menghadapi musuh.
Selesai sembahyang Asar Muhammad masuk
kedalam rumahnya diikuti oleh Abu Bakr dan Umar. Kedua orang ini
memakaikan sorban dan baju besinya dan ia mengenakan pula pedangnya.
Sementara ia tak ada di tempat itu orang di luar sedang ramai bertukar
pikiran. Usaid b. Hudzair dan Sa'd b. Mu'adh - keduanya termasuk orang
yang berpendapat mau bertahan dalam kota berkata kepada mereka yang
berpendapat mau menyerang musuh di luar:
"Tuan-tuan mengetahui, Rasulullah
berpendapat mau bertahan dalam kota, lalu tuan-tuan berpendapat lain
lagi, dan memaksanya bertempur ke luar. Dia sendiri enggan berbuat
demikian. Serahkan sajalah soal ini di tangannya. Apa yang
diperintahkan kepadamu, jalankanlah. Apabila ada sesuatu yang
disukainya atau ada pendapatnya, taatilah."
Mendengar keterangan itu mereka yang
menyerukan supaya menyerang saja, jadi lebih lunak. Mereka menganggap
telah menentang Rasul mengenai sesuatu yang mungkin itu datang dari
Tuhan. Setelah kemudian Nabi datang kembali ke tengah-tengah mereka,
dengan memakai baju besi dan sudah pula mengenakan pedangnya, mereka
yang tadinya menghendaki supaya mengadakan serangan berkata:
"Rasulullah, bukan maksud kami hendak
menentang tuan. Lakukanlah apa yang tuan kehendaki. Juga kami tidak
bermaksud memaksa tuan. Soalnya pada Tuhan, kemudian pada tuan."
"Kedalam pembicaraan yang semacam inilah
saya ajak tuan-tuan tapi tuan-tuan menolak," kata Muhammad. "Tidak
layak bagi seorang nabi yang apabila sudah mengenakan pakaian besinya
lalu akan menanggalkannya kembali, sebelum Tuhan memberikan putusan
antara dirinya dengan musuhnya. Perhatikanlah apa yang saya perintahkan
kepada kamu sekalian, dan ikuti. Atas ketabahan hatimu, kemenangan
akan berada di tanganmu."
Demikianlah prinsip musyawarah itu oleh
Muhammad sudah dijadikan undang-undang dalam kehidupannya. Apabila
sesuatu masalah yang dibahas telah diterima dengan suara terbanyak,
maka hal itu tak dapat dibatalkan oleh sesuatu keinginan atau karena
ada maksud-maksud tertentu. Sebaliknya ia harus dilaksanakan, tapi
orang yang akan melaksanakannya harus pula dengan cara yang
sebaik-baiknya dan diarahkan ke suatu sasaran yang yang akan mencapai
sukses.
Nabi berangkat dari Medinah
Sekarang
Muhammad berangkat memimpin kaum Muslimin menuju Uhud. Di Syaikhan5 ia
berhenti. Dilihatnya di tempat itu ada sepasukan tentara yang
identitasnya belum dikenal. Ketika ditanyakan, kemudian diperoleh
keterangan, bahwa mereka itu orang-orang Yahudi sekutu Abdullah b.
Ubayy. Lalu kata Nabi 'alaihi'ssalam: "Jangan minta pertolongan
orang-orang musyrik dalam melawan orang musyrik, - sebelum mereka masuk
Islam."
Dalam pada itu orang-orang Yahudi itupun kembali ke Medinah. Lalu kata sekutu Ibn Ubayy itu:
"Kau sudah menasehatinya dan sudah
kauberikan pendapatmu berdasarkan pengalaman orang-orang tua dahulu.
Sebenarnya dia sependapat dengan kau. Lalu dia menolak dan menuruti
kehendak pemuda-pemuda yang menjadi pengikutnya."
Percakapan mereka itu sangat menyenangkan
hati Ibn Ubayy. Keesokan harinya ia berbalik menggabungkan diri dengan
pasukan teman-temanya itu. Tinggal lagi Alabi dengan orang-orang yang
benar-benar beriman, yang berjumlah 700 orang, akan berperang
menghadapi 3000 orang terdiri dan orang-orang Quraisy Mekah, yang
kesemuanya sudah memikul dendam yang tak terpenuhi ketika di Badr.
Semua mereka ingin menuntut balas.
Pagi-pagi sekali; kaum Muslimin berangkat
menuju Uhud. Lalu mereka memotong jalan sedemikian rupa sehingga pihak
musuh itu berada di belakang mereka. Selanjutnya Muhammad mengatur
barisan para sahabat. Limapuluh orang barisan pemanah ditempatkan di
lereng-lereng gunung, dan kepada mereka diperintahkan:
"Lindungi kami dan belakang, sebab kita
kuatir mereka akan mendatangi kami dari belakang. Dan bertahanlah kamu
di tempat itu, jangan ditinggalkan. Kalau kamu melihat kami dapat
menghancurkan mereka sehingga kami memasuki pertahanan mereka, kamu
jangan meninggalkan tempat kamu. Dan jika kamu lihat kami yang diserang
jangan pula kami dibantu, juga jangan kami dipertahankan. Tetapi
tugasmu ialah menghujani kuda mereka dengan panah, sebab dengan
serangan panah kuda itu takkan dapat maju."
Selain pasukan pemanah, yang lain tidak diperbolehkan menyerang siapapun, sebelum ia memberi perintah menyerang.
Adapun pihak Quraisy merekapun juga sudah
menyusun barisan. Barisan kanan dipimpin oleh Khalid bin'l-Walid sedang
sayap kin dipimpin oleh 'Ikrima b. Abi Jahl. Bendera diserahkan kepada
Abd'l 'Uzza Talha b. Abi Talha. Wanita-wanita Quraisy sambil memukul
tambur dan genderang berjalan di tengah-tengah barisan itu. Kadang
mereka di depan barisan, kadang di belakangnya. Mereka dipimpin oleh
Hindun bt. 'Utba, isteri Abu Sufyan, seraya bertenak-teriak:
"Hayo, Banu Abd'd-Dar Hayo,
"hayo pengawal barisan belakang
"Hantamlah dengan segala yang tajam.
"Kamu maju kami peluk
"Dan kami hamparkan kasur yang empuk
"Atau kamu mundur kita berpisah
"Berpisah tanpa cinta.
Berhadapan dengan lawan
Kedua
belah pihak sudah siap bertempur. Masing-masing sudah mengerahkan
pasukannya. Yang selalu teringat oleh Quraisy ialah peristiwa Badr dan
korban-korbannya. Yang selalu teringat oleh kaum Muslimin ialah Tuhan
serta pertolonganNya. Muhammad berpidato dengan memberi semangat dalam
menghadapi pertempuran itu. Ia menjanjikan pasukannya akan mendapat
kemenangan apabila mereka tabah. Sebilah pedang dipegangnya sambil ia
berkata:
"Siapa yang akan memegang pedang ini guna disesuaikan dengan tugasnya?"
Beberapa orang tampil. Tapi pedang itu
tidak pula diberikan kepada mereka. Kemudian Abu Dujana Simak b.
Kharasya dari Banu Sa'ida tampil seraya berkata:
"Apa tugasnya, Rasulullah?"
"Tugasnya ialah menghantamkan pedang kepada musuh sampai ia bengkok," jawabnya.
Abu Dujana seorang laki-laki yang sangat
berani. Ia mengenakan pita (kain) merah. Apabila pita merah itu sudah
diikatkan orangpun mengetahui, bahwa ia sudah siap bertempur dan waktu
itupun ia sudah mengeluarkan pita mautnya itu.
Pedang diambilnya, pita dikeluarkan lalu
diikatkannya di kepala. Kemudian ia berlagak di tengah-tengah dua
barisan itu seperti biasanya apabila ia sudah siap menghadapi
pertempuran.
"Cara berjalan begini sangat dibenci Allah, kecuali dalam bidang ini," kata Muhammad setelah dilihatnya orang itu berlagak.
Orang pertama yang mencetuskan perang di
antara dua pihak itu adalah Abu 'Amir 'Abd 'Amr b. Shaifi al-Ausi (dari
Aus). Orang ini sengaja pindah dari Medinah ke Mekah hendak membakar
semangat Quraisy supaya memerangi Muhammad. Ia belum pernah ikut dalam
perang Badr. Sekarang ia menerjunkan diri dalam perang Uhud dengan
membawa lima belas orang dari golongan Aus. Ada juga budak-budak dari
penduduk Mekah yang juga dibawanya. Menurut dugaannya, apabila nanti ia
memanggil-manggil orang-orang Islam dari golongan Aus yang ikut
berjuang di pihak Muhammad, niscaya mereka akan memenuhi panggilannya,
akan berpihak kepadanya dan membantu Quraisy.
"Saudara-saudara dari Aus! Saya adalah Abu 'Amir!" teriaknya memanggil-manggil.
Tetapi Muslimin dari kalangan Aus itu membalas:
"Tuhan takkan memberikan kesenangan kepadamu, durhaka!"
Perangpun lalu pecah. Budak-budak Quraisy
serta 'Ikrima b. Abi Jahl yang berada di sayap kiri, berusaha hendak
menyerang Muslimin dari samping, tapi pihak Muslimin menghujani mereka
dengan batu sehingga Abu 'Amir dan pengikut-pengikutnya lari
tunggang-langgang. Ketika itu juga Hamzah b. Abd'l-Muttalib berteriak,
membawa teriakan perang Uhud:
"Mati, mati!" Lalu ia terjun
ketengah-tengah tentara Quraisy itu. Ketika itu Talha b. Abi Talha,
yang membawa bendera tentara Mekah berteriak pula:
"Siapa yang akan duel?"
Lalu Ali b. Abi Talib tampil menghadapinya.
Dua orang dari dua barisan itu bertemu. Cepat-cepat Ali memberikan
satu pukulan, yang membuat kepala lawannya itu belah dua. Nabi merasa
lega dengan itu. Ketika itu juga kaum Muslimin bertakbir dan
melancarkan serangannya. Dengan pedang Nabi di tangan dan mengikatkan
pita maut di kepala, Abu Dujane pun terjun kedepan. Dibunuhnya setiap
orang yang dijumpainya. Barisan orang-orang musyrik jadi kacau-balau.
Kemudian ia melihat seseorang sedang mencencang-cencang sesosok tubuh
manusia dengan keras sekali. Diangkatnya pedangnya dan diayunkannya
kepada orang itu. Tetapi ternyata orang itu adalah Hindun bt. 'Utba. Ia
mundur. Terlalu mulia rasanya pedang Rasul akan dipukulkan kepada
seorang wanita.
Dengan secara keras sekali pihak Quraisypun
menyerbu pula ke tengah-tengah pertempuran itu. Darahnya sudah
mendidih ingin menuntut balas atas pemimpin-pemimpin dan pemuka-pemuka
mereka yang sudah tewas setahun yang lalu di Badr. Dua kekuatan yang
tidak seimbang itu, baik jumlah orang maupun perlengkapan, sekarang
berhadap-hadapan. Kekuatan dengan jumlah yang besar ini motifnya adalah
balas-dendam, yang sejak perang Badr tidak pernah reda. Sedang jumlah
yang lebih kecil motifnya adalah: pertama mempertahankan akidah,
mempertahankan iman dan agama Allah, kedua mempertahankan tanah air dan
segala kepentingannya. Mereka yang menuntut bela itu terdiri dari
orang-orang yang lebih kuat dan jumlah pasukan yang lebih besar. Di
belakang mereka itu kaum wanita turut pula mengobarkan semangat. Tidak
sedikit di antara mereka yang membawa budak-budak itu menjanjikan akan
memberikan hadiah yang besar apabila mereka dapat membalaskan dendam
atas kematian seorang bapa, saudara, suami atau orang-orang yang
dicintai lainnya, yang telah terbunuh di Badr. Hamzah b. Abd'l-Muttalib
adalah seorang pahlawan Arab terbesar dan paling berani. Ketika
terjadi perang Badr dialah yang telah menewaskan ayah dan saudara
Hindun, begitu juga tidak sedikit orang-orang yang dicintainya yang
telah ditewaskan. Seperti juga dalam perang Badr, dalam perang Uhud
inipun Hamzah adalah singa dan pedang Tuhan yang tajam. Ditewaskannya
Arta b. 'Abd Syurahbil, Siba' b. 'Abd'l-'Uzza al-Ghubsyani, dan setiap
musuh yang dijumpainya nyawa mereka tidak luput dari renggutan
pedangnya.
Sementara itu Hindun bt. 'Utba telah pula
menjanjikan Wahsyi, orang Abisinia dan budak Jubair (b. Mut'im) akan
memberikan hadiah besar apabila ia berhasil membunuh Hamzah. Begitu
juga Jubair b. Mut'im sendiri, tuannya, yang pamannya telah terbunuh di
Badr, mengatakan kepadanya:
"Kalau Hamzah paman Muhammad itu kau bunuh,
maka engkau kumerdekakan." Wahsyi sendiri dalam hal ini bercerita
sebagai berikut: "Kemudian aku berangkat bersama rombongan. Aku adalah
orang Abisinia yang apabila sudah melemparkan tombak cara Abisinia,
jarang sekali meleset. Ketika terjadi pertempuran, kucari Hamzah dan
kuincar dia.
Kemudian kulihat dia di tengah-fengah orang
banyak itu seperti seekor unta kelabu sedang membabati orang dengan
pedangnya. Lalu tombak kuayunkan-ayunkan, dan sesudah pasti sekali
kulemparkan. Ia tepat mengenai sasaran di bawah perutnya, dan keluar
dari antara dua kakinya. Kubiarkan tombak itu begitu sampai dia mati.
Sesudah itu kuhampiri dia dan kuambil tombakku itu, lalu aku kembali ke
markas dan aku diam di sana, sebab sudah tak ada tugas lain selain
itu. Kubunuh dia hanya supaya aku dimerdekakan saja dari perbudakan. Dan
sesudah aku pulang ke Mekah, ternyata aku dimerdekakan."
Adapun mereka yang berjuang mempertahankan
tanah-air, contohnya terdapat pada Quzman, salah seorang munafik, yang
hanya pura-pura Islam. Ketika kaum Muslimin berangkat ke Uhud ia
tinggal di belakang. Keesokan harinya, ia mendapat hinaan dari
wanita-wanita Banu Zafar.
"Quzman," kata wanita-wanita itu. "Tidak
malu engkau dengan sikapmu itu. Seperti perempuan saja kau. Orang semua
berangkat kau tinggal dalam rumah."
Dengan sikap berang Quzman pulang ke
rumahnya. Dikeluarkannya kudanya, tabung panah dan pedangnya. Ia
dikenal sebagai seorang pemberani. Ia berangkat dengan memacu kudanya
sampai ke tempat tentara. Sementara itu Nabi sedang menyusun barisan
Muslimin. Ia terus menyeruak sampai ke barisan terdepan. Dia adalah
orang pertama dari pihak Muslimin yang menerjunkan diri, dengan
melepaskan panah demi panah, seperti tombak layaknya.
Hari sudah menjelang senja. Tampaknya ia
lebih suka mati daripada lari. Ia sendiri lalu membunuh diri sesudah
sempat membunuh tujuh orang Quraisy di Suway'a - selain mereka yang
telah dibunuhnya pada permulaan pertempuran. Tatkala ia sedang sekarat
itu, Abu'l-Khaidaq lewat di tempat itu.
"Quzman, beruntung kau akan mati syahid," katanya.
"Abu 'Amr," kata Quzman. "Sungguh saya
bertempur bukan atas dasar agama. Saya bertempur hanya sekadar menjaga
jangan sampai Quraisy memasuki tempat kami dan melanda kehormatan kami,
menginjak-injak kebun kami. Saya berperang hanya untuk menjaga nama
keturunan masyarakat kami. Kalau tidak karena itu saya tidak akan
berperang."
Sebaliknya mereka yang benar-benar beriman,
jumlahnya tidak lebih dari 700 orang. Mereka bertempur melawan 3000
orang. Kita sudah melihat, tindakan Hamzah dan Abu Dujana yang telah
memperlihatkan suatu teladan dalam arti kekuatan moril yang tinggi pada
mereka itu. Suatu kekuatan yang telah membuat barisan Quraisy jadi
lemas seperti rotan, membuat pahlawan-pahlawan Quraisy, yang tadinya di
kalangan Arab keberaniannya dijadikan suri teladan, telah mundur dan
surut. Setiap panji mereka lepas dari tangan seseorang, panji itu
diterima oleh yang lain di belakangnya. Setelah Talha b. Abi Talha tewas
di tangan Ali datang 'Uthman b. Abi Talha menyambut bendera itu, yang
juga kemudian menemui ajalnya di tangan Hamzah. Seterusnya bendera itu
dibawa oleh Abu Sa'd b. Abi Talha sambil berkata:
"Kamu mendakwakan bahwa koban-korban kamu
dalam surga dan korban-korban kami dalam neraka! Kamu bohong! Kalau
kamu benar-benar orang beriman majulah siapa saja yang mau melawanku":
Entah Ali atau Sa'd b. Abi Waqqash ketika itu menghantamkan pedangnya dengan sekali pukul hingga kepala orang itu terbelah.
Berturut-turut pembawa bendera itu muncul
dari Banu Abd'd Dar. Jumlah mereka yang tewas telah mencapai sembilan
orang, yang terakhir ialah Shu'ab orang Abisinia, budak Banu Abd'd-Dar.
Tangan kanan orang itu telah dihantam oleh Quzman, maka bendera itu
dibawanya dengan tangan kiri. Tangan kiri inipun oleh Quzman dihantam
lagi dengan pedangnya. Sekarang bendera itu oleh Shu'ab dipeluknya
dengan lengan ke dadanya, kemudian ia membungkuk sambil berkata: Hai
Banu Abd'd-Dar, sudahkah kau maafkan? Lalu ia ditewaskan entah oleh
Quzman atau oleh Sa'd bin Abi Waqqash, sumbernya masih berbeda-beda.
Setelah mereka yang membawa bendera itu
tewas semua, pasukan orang-orang musyrik itu hancur. Mereka sudah tidak
tahu lagi bahwa mereka dikerumuni oleh wanita-wanita, bahwa berhala
yang mereka mintai restunya telah terjatuh dari atas unta dan
pelangking yang membawanya.
Kemenangan Muslimin dalam perang Uhud pada
pagi hari itu sebenarnya adalah suatu mujizat. Adakalanya orang
menafsirkan, bahwa kemenangan itu disebabkan oleh kemahiran Muhammad
mengatur barisan pemanah di lereng bukit, merintangi pasukan berkuda
dengan anak panah sehingga mereka tidak dapat maju, juga tidak dapat
menyergap Muslimin dari belakang. Ini memang benar. Tetapi juga tidak
salah, bahwa 600 orang Muslimin yang menyerbu jumlah sebanyak lima kali
lipat itupun, dengan perlengkapan yang juga demikian, motifnya adalah
iman, iman yang sungguh-sungguh, bahwa mereka dalam kebenaran.
Inilah yang membawa mujizat kepahlawanan
melebihi kepandaian pimpinan. Barangsiapa yang telah beriman kepada
kebenaran, ia takkan goncang oleh kekuatan materi, betapapun besarnya.
Semua kekuatan batil yang digabungkan sekalipun, takkan dapat
menggoyahkan kebulatan tekadnya itu. Dapatkah kita menganggap cukup
dengan kepandaian pimpinan itu saja, padahal barisan pemanah yang oleh
Nabi ditempatkan di lereng bukit itu jumlahnya tidak lebih dari 50
orang? Andaikata sekalipun mereka itu terdiri dari 200 orang atau 300
orang, mendapat serbuan dari mereka yang sudah bertekad mati, niscaya
mereka tidak akan dapat bertahan. Tetapi kekuatan yang terbesar, ialah
kekuatan konsepsi, kekuatan akidah, kekuatan iman yang sungguh-sungguh
akan adanya Kebenaran Tertinggi. Kekuatan inilah yang takkan dapat
ditaklukkan selama orang masih teguh berpegang kepada kebenaran itu.
Karena itulah, 3000 orang pasukan berkuda
Quraisy jadi hancur menghadapi serangan 600 orang Muslimin. Dan
hampir-hampir pula wanita-wanita merekapun akan menjadi tawanan perang
yang hina dina.
Muslimin kini mengejar musuh itu sampai
mereka meletakkan senjata dimana saja asal jauh dari bekas markas
mereka. Kaum Muslimin sekarang mulai memperebutkan rampasan perang.
Alangkah banyaknya jumlah rampasan perang itu! Hal ini membuat mereka
lupa mengikuti terus jejak musuh, karena sudah mengharapkan kekayaan
duniawi.
Mereka ini ternyata dilihat oleh pasukan
pemanah yang oleh Rasul diminta jangan meninggalkan tempat di gunung
itu, sekalipun mereka melihat kawan-kawannya diserang.
Dengan tak dapat menahan air liur melihat rampasan perang itu, kepada satu sama lain mereka berkata:
"Kenapa kita masih tinggal disini juga
dengan tidak ada apa-apa. Tuhan telah menghancurkan musuh kita. Mereka,
saudara-saudara kita itu, sudah merebut markas musuh. Kesanalah juga
kita, ikut mengambil rampasan itu."
Yang seorang lagi tentu menjawab:
"Bukankah Rasulullah sudah berpesan jangan meninggalkan tempat kita ini? Sekalipun kami diserang janganlah kami dibantu."
Yang pertama berkata lagi:
"Rasulullah tidak menghendaki kita tinggal disini terus-menerus, setelah Tuhan menghancurkan kaum musyrik itu."
Lalu mereka berselisih. Ketika itu juga
tampil Abdullah bin Jubair berpidato agar jangan mereka itu melanggar
perintah Rasul. Tetapi mereka sebahagian besar tidak patuh. Mereka
berangkat juga. Yang masih tinggal hanya beberapa orang saja, tidak
sampai sepuluh orang. Seperti kesibukan Muslimin yang lain, mereka yang
ikut bergegas itu pun sibuk pula dengan harta rampasan. Pada waktu
itulah Khalid bin'l-Walid mengambil kesempatan - dia sebagai komandan
kavaleri Mekah - pasukannya dikerahkan ke tempat pasukan pemanah, dan
mereka inipun berhasil dikeluarkan dari sana.
Tindakan ini tidak disadari oleh pihak
Muslimin. Mereka sangat sibuk untuk memperhatikan soal itu atau soal
apapun, karena sedang menghadapi harta rampasan perang yang mereka
keduk habis-habisan itu, sehingga tiada seorangpun yang membiarkan apa
saja yang dapat mereka ambil. Sementara mereka sedang dalam keadaan
serupa itu, tiba-tiba Khalid bin'l-Walid berseru sekuat-kuatnya, dan
sekaligus pihak Quraisypun mengerti, bahwa ia telah dapat membalikkan
anak buahnya ke belakang tentara Muslimin. Mereka yang tadinya sudah
terpukul mundur sekarang kembali lagi maju dan mendera Muslimin dengan
pukulan maut yang hebat sekali. Di sinilah giliran bencana itu
berbalik. Setiap Muslim telah melemparkan kembali hasil renggutan yang
sudah ada di tangan itu, dan kembali pula mereka mencabut pedang hendak
bertempur lagi.
Tetapi sayang, sayang sekali! Barisan sudah
centang-perenang, persatuan sudah pecah-belah, pahlawan-pahlawan
teladan dari kalangan Muslimin telah dihantam oleh pihak Quraisy.
Mereka yang tadinya berjuang dengan perintah Tuhan hendak
mempertahankan iman, sekarang berjuang hendak menyelamatkan diri dari
cengkaman maut, dari lembah kehinaan. Mereka yang tadinya berjuang
dengan bersatu-padu, sekarang mereka berjuang dengan bercerai-berai.
Tak tahu lagi haluan hendak kemana. Tadinya mereka berjuang di bawah
satu pimpinan yang kuat dan teguh, sekarang berjuang tanpa pimpinan
lagi.
Jadi tidak heran, apabila ada seorang Muslim menghantamkan pedangnya kepada sesama Muslim dengan tiada disadarinya.
Dalam pada itu terdengar pula ada suara
orang berteriak-teriak, bahwa Muhammad sudah terbunuh. Keadaan makin
panik, makin kacau-balau. Kaum Muslimin jadi berselisih, jadi saling
bunuh-membunuh, satu sama lain saling hantam-menghantam, dengan tiada
mereka sadari lagi karena mereka sudah tergopoh-gopoh, sudah
kebingungan. Kaum Muslimin telah membunuh sesama Muslim, Husail b.
Jabir membunuh Abu Hudhaifa karena sudah tidak diketahuinya lagi. Yang
paling penting bagi setiap Muslim ialah menyelamatkan diri; kecuali
mereka yang telah mendapat perlindungan Tuhan, seperti Ali b. Abi Talib
misalnya.
Akan tetapi begitu Quraisy mendengar
Muhammad telah terbunuh, seperti banjir mereka terjun mengalir ke
jurusan tempat dia tadinya berada. Masing-masing ingin supaya dialah
yang membunuhnya atau ikut memegang peranan didalamnya, suatu hal yang
akan dibanggakan oleh generasi kemudian. Ketika itulah Muslimin yang
dekat sekali dengan Nabi bertindak mengelilinginya, menjaga dan
melindunginya. Iman mereka telah tergugah kembali memenuhi jiwa, mereka
kembali mendambakan mati, dan hidup duniawi ini dirasanya sudah tak ada
arti lagi. Iman mereka makin besar, keberanian mereka makin bertambah
bilamana mereka melihat batu yang dilemparkan Quraisy itu telah
mengenai diri Nabi. Gigi gerahamnya yang setelah terkena, wajahnya
pecah-pecah dan bibirnya luka-luka. Dua keping lingkaran rantai topi
besi yang menutupi wajahnya, telah menusuk pula menembusi pipinya.
Batu-batu yang menimpanya itu dilemparkan oleh 'Utba b. Abi Waqqash.
Sekarang Rasul dapat menguasai diri. Ia
berJalan sambil dikelilingi oleh sahabat-sahabat. Tetapi tiba-tiba ia
terperosok kedalam sebuah lubang yang sengaja digali oleh Abu 'Amir
guna menjerumuskan kaum Muslimin. Cepat-cepat Ali b. Abi Talib
menghampirinya, dipegangnya tangannya, dan Talha bin 'Ubaidillah
mengangkatnya hingga ia berdiri kembali. Ia meneruskan perjalanan
dengan sahabat-sahabatnya itu, terus mendaki Gunung Uhud, dan dengan
demikian dapat menyelamatkan diri dari kejaran musuh.
Pada waktu itu juga Muslimin berkumpul di
sekitar mereka. Dalam membela Rasul dan menjaga keselamatannya, mereka
bersedia mati. Hari itu menjelang tengah hari, Umm 'Umara6 seorang
wanita Anshar, berangkat pula membawa air berkeliling dengan
membagi-bagikan air itu kepada Muslimin yang sedang berjuang itu.
Setelah melihat Muslimin terpukul mundur, dilemparkannya tempat air itu
dan dengan menghunus pedang wanita itu terjun pula ikut bertempur, Ikut
melindungi Muhammad dengan pedang dan dengan melepaskan anak panah,
sehingga karenanya dia sendiri mengalami luka-luka. Sementara Abu
Dujana membuat dirinya sebagai perisai melindungi Rasulullah, dengan
membungkukkan punggungnya, sehingga lemparan anak panah musuh mengenai
dirinya. Sedang disamping Muhammad Sa'd b. Abi Waqqash melepaskan pula
panahnya dan Muhammad memberikan anak panah itu seraya berkata:
"Lepaskan (anak panah itu). Kupertaruhkan ibu-bapaku untukmu."7
Sebelum itu Muhammad melepaskan sendiri anak panahnya, sampai-sampai ujung busurnya itu patah.
Adapun mereka yang mengira Muhammad telah
tewas termasuk diantara mereka itu Abu Bakr dan Umar pergi ke arah
gunung dan mereka ini sudah pasrah. Hal ini diketahui oleh Anas
bin'n-Nadzr yang lalu berkata kepada mereka:
"Kenapa kamu duduk-duduk di sini?"
"Rasulullah sudah terbunuh," jawab mereka.
"Perlu apa lagi kita hidup sesudah itu? Bangunlah! Dan biarlah kita juga mati untuk tujuan yang sama."
Kemudian ia maju menghadapi musuh. Ia
bertempur mati-matian, bertempur tiada taranya. Akhimya ia baru menemui
ajalnya setelah mengalami tujuhpuluh pukulan musuh, sehingga ketika
itu orang tidak dapat lagi mengenalnya, kalau tidak karena saudara
perempuannya yang datang dan dapat mengenal dia dari ujung jarinya.
Karena sudah percaya sekali akan kematian
Muhammad, bukan main girangnya pihak Quraisy waktu itu, Abu Sufyanpun
sibuk pula mencarinya di tengah-tengah para korban. Soalnya ialah
mereka yang telah menjaga keselamatan Rasulullah tidak membantah berita
kematiannya itu, sebab memang diperintahkan demikian oleh Rasul,
dengan maksud supaya pihak Quraisy jangan sampai memperbanyak lagi
jumlah pasukannya yang berarti akan memberikan kemenangan kepada
mereka.
Akan tetapi tatkala Ka'b bin Malik datang
mendekati Abu Dujana dan anak buahnya, ia segera mengenal Muhammad
waktu dilihatnya sinar matanya yang berkilau dan balik topi besi
penutup mukanya itu. Ia memanggil-manggil dengan suara yang
sekeras-kerasnya:
"Saudara-saudara kaum Muslimin! Selamat, selamat! Ini Rasulullah!"
Ketika itu Nabi memberi isyarat kepadanya
supaya diam. Tetapi begitu Muslimin mengetahui hal itu, Nabi segera
mereka angkat dan iapun berjalan pula bersama mereka ke arah celah
bukit didampingi oleh Abu Bakr, Umar, Ali b. Abi Talib, Zubair
bin'l-'Awwam dan yang lain. Teriakan Ka'b itu pada pihak Quraisy juga
ada pengaruhnya. Memang benar, bahwa sebahagian besar mereka tidak
mempercayai teriakan itu, sebab menurut anggapan mereka itu hanya untuk
memperkuat semangat kaum Muslimin saja. Tetapi dari mereka itu ada juga
yang lalu segera pergi mengikuti Muhammad dan rombongannya itu dari
belakang. Ubayy b. Khalaf kemudian dapat menyusul mereka, dan lalu
bertanya:
"Mana Muhammad?! Aku tidak akan selamat kalau dia yang masih selamat," katanya.
Waktu itu juga oleh Rasul ia ditetaknya
dengan tombak Harith bin'sh-Shimma demikian rupa, sehingga ia
terhuyung-huyung diatas kudanya dan kembali pulang untuk kemudian mati
di tengah jalan.
Sesampainya Muslimin di ujung bukit itu,
Ali pergi lagi mengisi air ke dalam perisai kulitnya. Darah yang di
wajah Muhammad dibasuhnya serta menyirami kepalanya dengan air. Dua
keping pecahan rantai besi penutup muka yangmenembus wajah Rasul itu
oleh Abu 'Ubaida bin'l-Jarrah dicabut sampai dua buah gigi serinya
tanggal.
Selama mereka dalam keadaan itu tiba-tiba
Khalid bin'l-Walid dengan pasukan berkudanya sudah berada di atas
bukit. Tetapi Umar bin'l-Khattab dengan beberapa orang sahabat Rasul
segera menyerang dan berhasil mengusir mereka. Sementara itu
orang-orang Islam sudah makin tinggi mendaki gunung. Tetapi keadaan
mereka sudah begitu payah, begitu letih tampaknya, sampai-sampai Nabi
melakukan salat lohor sambil duduk - juga karena luka-luka yang
dideritanya, - demikian juga kaum Muslimin yang lain melakukan salat
makmum di belakangnya, sambil duduk pula.
Sebaliknya pihak Quraisy dengan
kemenangannya itu mereka sudah girang sekali. Terhadap peristiwa perang
Badr mereka merasa sudah sungguh-sungguh dapat membalas dendam.
Seperti kata Abu Sufyan: "Yang sekarang ini untuk peristiwa perang
Badr. Sampai jumpa lagi tahun depan!"
Tetapi isterinya, Hindun bint 'Utba tidak
cukup hanya dengan kemenangan, dan tidak cukup hanya dengan tewasnya
Hamzah b. Abd'l-Muttalib, malah bersama-sama dengan warõita wanita lain
dalam rombongannya itu ia pergi lagi hendak menganiaya mayat-mayat
Muslimin; mereka memotongi telinga-telinga dan hidung-hidung mayat itu,
yang oleh Hindun lalu dipakainya sebagai kalung dan anting-anting.
Kemudian diteruskannya lagi, dibedahnya perut Hamzah, dikeluarkannya
jantungnya, lalu dikunyahnya dengan giginya; tapi ia tak dapat
menelannya. Begitu kejinya perbuatannya itu, begitu juga perbuatan
wanita-wanita anggota rombongannya, bankan kaum prianyapun turut pula
melakukan kejahatan serupa itu, sehingga Abu Sufyan sendiri menyatakan
lepas tangan dari perbuatan itu. Ia menyatakan, bahwa dia samasekali
tidak memerintahkan orang berbuat serupa itu, sekalipun dia sudah
terlibat di dalamnya. Bahkan ia pernah berkata, yang ditujukan kepada
salah seorang Islam. "Mayat-mayatmu telah mengalami penganiayaan. Tapi
aku sungguh tidak senang, juga tidak benci; aku tidak melarang, juga
tidak memerintahkan."
Selesai menguburkan mayat-mayatnya sendiri.
Quraisypun pergi. Sekarang kaum Muslimin kembali ke garis depan guna
menguburkan mayat-mayatnya pula. Kemudian Muhammad pergi hendak mencari
Hamzah, pamannya. Bilamana kemudian ia melihatnya sudah dianiaya dan
perutnya sudah dibedah, ia merasa sangat sedih sekali, sehingga ia
berkata:
"Takkan pernah ada orang mengalami
malapetaka seperti kau ini. Belum pernah aku menyaksikan suatu
peristiwa yang begitu menimbulkan amarahku seperti kejadian ini." Lalu
katanya lagi: "Demi Allah, kalau pada suatu ketika Tuhan memberikan
kemenangan kepada kami melawan mereka, niscaya akan kuaniaya mereka
dengan cara yang belum pernah dilakukan oleh orang Arab."
Dalam kejadian inilah firman Tuhan turun.
"Dan kalau kamu mengadakan pembalasan,
balaslah seperti yang mereka lakukan terhadap kamu. Tetapi kalau kamu
tabah hati, itulah yang paling baik bagi mereka yang berhati tabah
(sabar). Dan hendaklah kau tabahkan hatimu, dan ketabahan hatimu itu
hanyalah dengan berpegang kepada Tuhan. Jangan pula engkau bersedih
hati terhadap mereka, jangan engkau bersesak dada menghadapi apa yang
mereka rencanakan itu." (Qur'an, 16: 126 - 127)
Lalu Rasulullah memaafkan mereka,
ditabahkannya hatinya dan ia melarang orang melakukan penganiayaan.
Diselubunginya jenazah Hamzah itu dengan mantelnya lalu
disembahyangkannya. Ketika itu Shafia bt Abd'l-Muttailb - saudara
perempuannya - juga datang. Ditatapnya saudaranya itu, lalu ia pun
menyembahyangkannya dan mendoakan pengampunan baginya.
Nabi memerintahkan supaya korban-korban itu
dikuburkan di tempat mereka menemui ajalnya dan Hamzah juga
dikuburkan. Sesudah itu kaum Muslimin berangkat pulang ke Medinah,
dibawah pimpinan Muhammad, dengan meninggalkan 70 orang korban.
Kepedihan terasa sekali melecut hati mereka; karena kehancuran yang
mereka alami setelah mendapat kemenangan, karena rasa hina serta rendah
diri yang menimpa mereka, setelah mendapat sukses yang
gilang-gemilang. Semua kejadian itu ialah karena pasukan pemanah sudah
melanggar perintah Nabi. Muslimin sudah terlalu sibuk mengurus rampasan
perang dari pihak musuh.
Nabi memasuki rumahnya dengan penuh
pikiran. Orang-orang Yahudi, orang-orang munafik dan musyrik di Yathrib
memperlihatkan perasaan gembira yang luarbiasa melihat kehancuran yang
dialaminya dan dialami sahabat-sahabatnya itu. Kewibawaan Muslimin di
Medinah yang sudah mulai stabil, dan tak ada lagi pihak yang
merongrongnya, sekarang sudah hampir pula goncang dan goyah.
Abdullah b. Ubayy b. Salul sudah berbalik
dari rombongan itu, ia pulang kembali dari Uhud, tidak ikut serta dalam
pertempuran, dengan alasan bahwa karena Muhammad tidak mau menerima
pendapatnya, atau karena Muhammad marah kepada orang-orang Yahudi anak
buahnya. Sekiranya kekalahan Uhud itu merupakan keputusan terakhir
dalam hubungannya antara Muslimin dengan Quraisy yang akan menentukan
kedudukan Muhammad dan sahabat-sahabatnya di kalangan Arab, tentu
kewibawaan mereka di Yathrib akan goyah dan akan menjadi sasaran ejekan
Quraisy. Di mana-mana di seluruh jazirah Arab akan disebarkan pula
cemoohan-cemoohan demikian itu. Sekiranya ini jugalah yang terjadi
tentu akibatnya akan memberikan keberanian kepada orang-orang musyrik
dan penyembah-penyembah berhala terhadap agama Allah. Maka ini berarti
suatu bencana besar.
Oleh karena itu harus ada pukulan yang
benar-benar berani, yang akan dapat mengurangi beban kekalahan selama
di Uhud, akan mengembalikan kekuatan moril Muslimin dan sekaligus dapat
menimbulkan kegentaran pada pihak Yahudi dan orang-orang munafik.
Dengan demikian kewibawaan Muhammad dan sahabat-sahabatnya di Yathrib
akan kembali kuat seperti sediakala.
Keesokan harinya setelah peristiwa Uhud -
yang terjadi pada malam 16 Syawal (tahun ke 5 Hijrah) - salah seorang
muazzin Nabi berseru kepada Muslimin dan mengerahkan mereka supaya
bersiap-siap menghadapi musuh dan mengadakan pengejaran. Tetapi yang
dimintanya hanya mereka yang pernah turut dalam peperangan itu. Setelah
kaum Muslimin berangkat, pihak Abu Sufyan merasa ketakutan sekali,
bahwa musuhnya yang dari Medinah itu sekarang datang dengan bantuan
baru. Tidak berani ia menghadapi mereka.
Sementara itu Muhammad pun sudah sampai
pula di Hamra' 'l-Asad.8 Sedang Abu Sufyan dan teman-temannya berada di
Rauha'. Waktu itu Ma'bad al-Khuza'i lewat dan sebelumnya ia sudah pula
lewat di tempat Muhammad dan rombongannya itu. Ia ditanya oleh Abu
Sufyan tentang keadaan mereka itu, yang oleh Ma'bad - ketika itu ia
masih dalam syirik -dijawab:
"Muhammad dan sahabat-sahabatnya sudah
berangkat mau mencari kamu, dalam jumlah yang belum pernah kulihat
semacam itu. Orang-orang yang dulunya tidak ikut, sekarang mereka
menggabungkan diri dengan dia. Mereka semua terdiri dari orang-orang
yang sangat geram kepadamu, orang-orang yang hendak membalas dendam."
Abu Sufyan dan Quraisy kembali ke Mekah
Akan
terpikir juga oleh Abu Sufyan bagaimana pula nanti akibatnya apabila
ia lari dari Muhammad dan tidak sampai memghadapinya sesudah ia pernah
mendapat kemenangan?! Bukankah Quraisy nanti akan dicemooh oleh
orang-orang Arab seperti yang pernah diinginkannya akan terjadi demikian
terhadap Muhammad dan sahabat-sahabatnya?! Baiklah, misalnya ia
kembali menghadapi Muhammad lalu ia dikalahkan oleh Muslimin, bukanlah
itu berarti bahwa bagi Quraisy sudah tamat riwayatnya dan tidak akan
pernah bangun kembali!? Lalu dicarinya suatu helat, diusutnya sebuah
kafilah dari suku Abd'l-Qais pergi ke Medinah dengan memberitahukan
kepada Muhammad bahwa ia (Abu Sufyan) sudah memutuskan akan berangkat
menyerbu, dia dan sahabat-sahabatnya akan digempur dan dikikis habis
sampai ke sisa-sisanya. Setelah oleh rombongan pesan itu disampaikan
kepada Muhammad di Hamra' 'l-Asad, sedikitpun semangat dan ketabahannya
tidak goyah. Bahkan sepanjang malam selama tiga hari itu terus-menerus
ia memasang api unggun, sekalian mau menunjukkan kepada Quraisy bahwa
ia tetap siap-siaga dan menunggu kedatangan mereka. Akhirnya semangat
Abu Sufyan dan orang-orang Quraisy jadi buyar sendiri. Mereka lebih
suka bertahan dengan kemenangan di Uhud itu. Kemudian merekapun kembali
pulang menuju arah ke Mekah.
Muhammad juga lalu kembali ke Medinah.
Sudah banyak posisi yang dapat diambil kembali setelah tadinya
mengalami kegoyahan akibat peristiwa Uhud itu, meskipun kaum munafik
mulai pula mengangkat kepala menertawakan kaum Muslimin sambil
menanyakan: Kalau peristiwa Badr itu merupakan pertanda dari Tuhan atas
kerasulan Muhammad, maka dengan peristiwa Uhud itu apa pula konon
pertandanya dan apa yang akan jadi alamatnya??!
Catatan kaki
1 Uhud, sebuah gunung, terletak sebelah utara Medinah (A).
2
Ahabisy ialah suatu gabungan kabilah-kabilah dan suku-suku kecil,
dengan al-Harith b. 'Abd Manaf b. Kinana sebagai pemukanya. Hubungan
mereka dekat sekali dengan Quraisy (A).
3
Juhfa sebuah tempat sepanjang jalan Medinah-Mekah, tiga atau empat
hari perjaianan dari Mekah; juga merupakan tempat pertemuan orang-orang
Mesir dan Syam.
4 Sebuah kabilah dari Ta'if (A).
5
Syaikhan nama sebuah tempat; pada masa Jahiliah konon di tempat itu
terdapat dua buah kubu untuk dua orang tua yang buta, pria dan wanita,
yang sedang bercakap-cakap. Maka tempat itu dinamai asy-Syaikhan
(harfiah berarti dua orang tua).
6
Namanya Nasiba, isteri Zaid b. 'Ashim (A). 7 Diucapkan sebagai tanda
cinta dan mendoakan kebaikan kepadanya (A). 8 Sebuah tempat sejauh 8
mil dari Medinah.
Sunday, November 3, 2013
Thursday, October 31, 2013
Matematika Islam abad pertengahan
Dalam sejarah matematika, matematika Islam abad pertengahan, biasa disebut matematika Islam atau matematika Arab, mencakup kajian matematika yang dilakukan selama perkembangan peradaban Islam kira-kira antara tahun 622 dan 1600.[1] Sains Islam dan matematika Islam berkembang pesat di bawah khilafah Islam yang menguasai Timur Tengah, mulai dari Semenanjung Iberia di barat sampai Lembah Indus di timur dan Dinasti Almoravid dan Kekaisaran Mali di selatan.
Dalam buku A History of Mathematics, Victor Katz menulis bahwa:[2]
Sejarah matematika Islam abad pertengahan tidak dapat ditulis dengan lengkap, karena banyak manuskrip Arab yang belum dipelajari... Tetap saja, garis besarnya... sudah diketahui. Matematikawan Islam mengembangkan sistem numeralia letak-nilai desimal yang mencakup pecahan desimal, menyusun studi aljabar dan mulai mempertimbangkan hubungan antara aljabar dan geometri, mempelajari dan memajukan teori geometri Yunani yang dicetuskan Euklides, Archimedes, dan Apollonius, dan membuat kemajuan besar dalam geometri bidang dan bola.Penerjemahan dan studi matematika Yunani yang menjadi rute utama distribusi teks-teks tersebut ke Eropa Barat turut memainkan peran penting. Smith menulis bahwa:[3]
Dunia berutang besar kepada para ilmuwan Arab karena melindungi dan mengirimkan karya klasik matematika Yunani... mereka lebih banyak mengirimkan [teks], tetapi mereka juga membuat kemajuan besar dalam bidang aljabar dan menunjukkan kejeniusan karya mereka dalam bidang trigonometri.Adolph P. Yushkevich memberi pendapat seputar peran matematika Islam:[4]
Matematikawan Islam memiliki pengaruh besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa dan memperkayanya dengan temuan mereka sendiri dan temuan yang diwariskan oleh bangsa Yunani, India, Suriah, Babilonia, dan lain-lain.
Daftar isi
Sejarah
Bilangan irasional
Bangsa Yunani menemukan bilangan irasional, namun mereka tidak senang dan hanya mampu membedakan besaran dan bilangan. Dalam pandangan Yunani, besaran terus berubah dan dapat digunakan untuk beberapa hal seperti rentang garis, sedangkan bilangan bersifat diskret. Karena itu, bilangan irasional hanya dapat diselesaikan oleh geometri dan matematika Yunani memang cenderung geometris. Sejumlah matematikawan Islam seperti Abū Kāmil Shujāʿ ibn Aslam perlahan menghapus perbedaan antara besaran dan bilangan, sehingga memungkinkan jumlah irasional tampak seperti koefisien dalam persamaan dan solusi bagi persamaan aljabar. Mereka bebas memperlakukan bilangan irasional seperti benda, tetapi mereka tidak mempelajari sifatnya secara teliti.[7]Pada abad ke-20, versi Latin Arithmetic karya Al-Khwarizmi yang membahas numeralia India memperkenalkan sistem bilangan posisional desimal kepada dunia Barat.[8] Al-kitāb al-mukhtaṣar fī ḥisāb al-ğabr wa’l-muqābala karyanya memaparkan solusi sistematis pertama untuk persamaan linier dan kuadrat dalam bahasa Arab. Di Eropa Renaisans, ia dianggap sebagai penemu aljabar, meski sekarang sudah diketahui bahwa tulisannya didasarkan pada sumber-sumber India atau Yunani jauh lebih tua.[9] Ia merevisi Geography karya Ptolomeus dan menulis tentang astronomi dan astrologi.
Induksi
Lihat pula: Induksi matematika
Penjelasan rinci terawal tentang induksi matematika dapat ditemukan pada bukti Euklides bahwa bilangan prima tidak terhingga (c. 300 SM). Perumusan prinsip induksi yang eksplisit pertama dipaparkan oleh Blaise Pascal dalam Traité du triangle arithmétique (1665).Di antara rentang waktu tersebut, bukti implisit dengan induksi untuk barisan aritmetika diperkenalkan oleh al-Karaji (c. 1000) dan dikembangkan oleh al-Samaw'al yang memakainya untuk menyelesaikan persoalan khusus teorema binomial dan sifat segitiga Pascal.
Tokoh dan perkembangan utama
Omar Khayyám
Sharaf al-Dīn al-Ṭūsī
Sharaf al-Dīn al-Ṭūsī (? di Tus, Iran – 1213/4) mengembangkan pendekatan baru terhadap penelitian persamaan kubus, suatu pendekatan untuk mencari titik tempat polinomial kubus mencapai nilai maksimumnya. Misal, untuk menyelesaikan persamaanTokoh besar lainnya
- 'Abd al-Hamīd ibn Turk (fl. 830) (kuadratika)
- Thabit ibn Qurra (826–901)
- Abū Kāmil Shujā ibn Aslam (c. 850 – 930) (bilangan irasional)
- Sind ibn Ali
- Abū Sahl al-Qūhī (c. 940–1000) (pusat gravitasi)
- Abu'l-Hasan al-Uqlidisi (952 – 953) (aritmetika)
- 'Abd al-'Aziz al-Qabisi
- Abū al-Wafā' Būzjānī (940 – 998) (trigonometri bola)
- Al-Karaji (c. 953 – c. 1029) (aljabar, induksi)
- Abu Nasr Mansur (c. 960 – 1036) (trigonometri bola)
- Ibn Tahir al-Baghdadi (c. 980–1037) (bilangan irasional)
- Ibn al-Haytham (ca. 965–1040)
- Abū al-Rayḥān al-Bīrūnī (973 – 1048) (trigonometri)
- Al-Khayyam (1048–1131) (persamaan kubus, postulat paralel)
- Ibn Yaḥyā al-Maghribī al-Samawʾal (c. 1130 – c. 1180)
- Ibn Maḍāʾ (c. 1116 - 1196)
- Sharaf al-Dīn al-Ṭūsī (c. 1150–1215) (kubus)
- Naṣīr al-Dīn al-Ṭūsī (1201–1274) (postulat paralel)
- Jamshīd al-Kāshī (c. 1380–1429) (desimal dan perkiraan konstanta lingkaran)
Lihat pula
- Garis waktu ilmu pengetahuan dan teknologi Islam
- Masa Keemasan Islam
- Kontribusi Hindu dan Buddha untuk ilmu pengetahuan Islam abad pertengahan
- Sejarah geometri
Catatan kaki
- ^ Hogendijk 1999.
- ^ Katz 1993.
- ^ Smith 1958, Vol. 1, Chapter VII.4.
- ^ Sertima, Ivan Van (1992), Golden age of the Moor, Volume 11, Transaction Publishers, hlm. 394, ISBN 1-56000-581-5
- ^ O'Connor, John J.; Robertson, Edmund F., "Al-Biruni", Arsip Sejarah Matematika MacTutor, Universitas St Andrews.
- ^ Douglas, A. V. (1973), "R.A.S.C. Papers- Al-Biruni, Persian Scholar", Journal of the Royal Astronomical Society of Canada 67: 973–1048, Bibcode:1973JRASC..67..209D
- ^ http://www.math.tamu.edu/~dallen/history/infinity.pdf
- ^ Struik 1987, hlm. 93
- ^ Rosen 1831, hlm. v–vi; Toomer 1990
- ^ Struik 1987, hlm. 96.
- ^ Boyer 1991, hlm. 241–242.
- ^ Struik 1987, hlm. 97.
- ^ Boyer 19991, hlm. 241–242.
- ^ Berggren, J. Lennart; Al-Tūsī, Sharaf Al-Dīn; Rashed, Roshdi; Al-Tusi, Sharaf Al-Din (1990), "Innovation and Tradition in Sharaf al-Dīn al-Ṭūsī's al-Muʿādalāt", Journal of the American Oriental Society 110 (2): 304–309, doi:10.2307/604533, JSTOR 604533
Referensi
- Boyer, Carl B. (1991), "Greek Trigonometry and Mensuration, and The Arabic Hegemony", A History of Mathematics (ed. 2nd), New York City: John Wiley & Sons, ISBN 0-471-54397-7
- Katz, Victor J. (1993), A History of Mathematics: An Introduction, HarperCollins college publishers, ISBN 0-673-38039-4.
- Ronan, Colin A. (1983), The Cambridge Illustrated History of the World's Science, Cambridge University Press, ISBN 0-521-25844-8
- Smith, David E. (1958), History of Mathematics, Dover Publications, ISBN 0-486-20429-4
- Struik, Dirk J. (1987), A Concise History of Mathematics (ed. 4th rev.), Dover Publications, ISBN 0-486-60255-9
Bacaan lanjutan
- Buku tentang matematika Islam
- Berggren, J. Lennart (1986), Episodes in the Mathematics of Medieval Islam, New York: Springer-Verlag, ISBN 0-387-96318-9
- Review: Toomer, Gerald J.; Berggren, J. L. (1988), "Episodes in the Mathematics of Medieval Islam", American Mathematical Monthly (Mathematical Association of America) 95 (6): 567, doi:10.2307/2322777, JSTOR 2322777
- Review: Hogendijk, Jan P.; Berggren, J. L. (1989), "Episodes in the Mathematics of Medieval Islam by J. Lennart Berggren", Journal of the American Oriental Society (American Oriental Society) 109 (4): 697–698, doi:10.2307/604119, JSTOR 604119)
- Daffa', Ali Abdullah al- (1977), The Muslim contribution to mathematics, London: Croom Helm, ISBN 0-85664-464-1
- Rashed, Roshdi (2001), The Development of Arabic Mathematics: Between Arithmetic and Algebra, Transl. by A. F. W. Armstrong, Springer, ISBN 0-7923-2565-6
- Youschkevitch, Adolf P.; Boris A. Rozenfeld (1960), Die Mathematik der Länder des Ostens im Mittelalter, Berlin Sowjetische Beiträge zur Geschichte der Naturwissenschaft pp. 62–160.
- Youschkevitch, Adolf P. (1976), Les mathématiques arabes: VIIIe–XVe siècles, translated by M. Cazenave and K. Jaouiche, Paris: Vrin, ISBN 978-2-7116-0734-1
- Book chapters on Islamic mathematics
- Berggren, J. Lennart (2007), "Mathematics in Medieval Islam", in Victor J. Katz, The Mathematics of Egypt, Mesopotamia, China, India, and Islam: A Sourcebook (ed. Second), Princeton, New Jersey: Princeton University, ISBN 978-0-691-11485-9
- Cooke, Roger (1997), "Islamic Mathematics", The History of Mathematics: A Brief Course, Wiley-Interscience, ISBN 0-471-18082-3
- Buku tentang ilmu pengetahuan Islam
- Daffa, Ali Abdullah al-; Stroyls, J.J. (1984), Studies in the exact sciences in medieval Islam, New York: Wiley, ISBN 0-471-90320-5
- Kennedy, E. S. (1984), Studies in the Islamic Exact Sciences, Syracuse Univ Press, ISBN 0-8156-6067-7
- Books on the history of mathematics
- Joseph, George Gheverghese (2000), The Crest of the Peacock: Non-European Roots of Mathematics (ed. 2nd), Princeton University Press, ISBN 0-691-00659-8 (Reviewed: Katz, Victor J.; Joseph, George Gheverghese (1992), "The Crest of the Peacock: Non-European Roots of Mathematics by George Gheverghese Joseph", The College Mathematics Journal (Mathematical Association of America) 23 (1): 82–84, doi:10.2307/2686206, JSTOR 2686206)
- Youschkevitch, Adolf P. (1964), Gesichte der Mathematik im Mittelalter, Leipzig: BG Teubner Verlagsgesellschaft
- Journal articles on Islamic mathematics
- Høyrup, Jens. “The Formation of «Islamic Mathematics»: Sources and Conditions”. Filosofi og Videnskabsteori på Roskilde Universitetscenter. 3. Række: Preprints og Reprints 1987 Nr. 1.
- Daftar pustaka dan biografi
- Brockelmann, Carl. Geschichte der Arabischen Litteratur. 1.–2. Band, 1.–3. Supplementband. Berlin: Emil Fischer, 1898, 1902; Leiden: Brill, 1937, 1938, 1942.
- Sánchez Pérez, José A. (1921), Biografías de Matemáticos Árabes que florecieron en España, Madrid: Estanislao Maestre
- Sezgin, Fuat (1997), Geschichte Des Arabischen Schrifttums (dalam bahasa German), Brill Academic Publishers, ISBN 90-04-02007-1
- Suter, Heinrich (1900), Die Mathematiker und Astronomen der Araber und ihre Werke, Abhandlungen zur Geschichte der Mathematischen Wissenschaften Mit Einschluss Ihrer Anwendungen, X Heft, Leipzig
- Television documentaries
- Marcus du Sautoy (presenter) (2008). "The Genius of the East". The Story of Maths. BBC.
- Jim Al-Khalili (presenter) (2010). Science and Islam. BBC.
Pranala luar
- Hogendijk, Jan P. (January 1999). "Bibliography of Mathematics in Medieval Islamic Civilization".
- O'Connor, John J.; Robertson, Edmund F., "Arabic mathematics: forgotten brilliance?", Arsip Sejarah Matematika MacTutor, Universitas St Andrews.
- Richard Covington, Rediscovering Arabic Science, 2007, Saudi Aramco World
Subscribe to:
Posts (Atom)